1. Komunitas Parkour Indonesia
Komunitas Parkour Indonesia resmi berdiri pada 15 Juli 2007,
setelah sebelumnya hanya berupa wadah komunikasi dunia maya. Wadah ini dibentuk
sebagai pemersatu pecinta olahraga Parkour yang tersebar di tanah air,” ujar
Arie Arbiyantoro, salah satu Traceur, sebutan bagi pelaku Parkour laki-laki,
yang juga berasal dari Komunitas Parkour Jakarta.
Komunitas Parkour bisa dikatakan sebagai olahraga yang identik dengan lari dan
melompat. Parkour dikenalkan ke seluruh dunia oleh seorang pria berkebangsaan
Perancis yang dikenal dengan nama David Belle. Dialah yang telah memperkenalkan
olahraga ini ke seluruh dunia yang awalnya hanya berkembang di Perancis. Di
Indonesia, olahraga ini dikenal dari sebuah film berjudul Yamakasi yang
diartikan ”orang orang yang kuat”. Uniknya olahraga ini bisa dilakukan siapa
saja, tidak mengenal gender, usia, ukuran tubuh, maupun status sosial
seseorang. Asalkan harus melalui latihan yang tepat, disiplin, dan melakukan
teknik sesuai prosedur yang aman.
Parkour juga bisa dilakukan dimana pun. Lalu apa manfaatnya dari olahraga ini?
Secara fisik badan menjadi lebih sehat, kuat, dan gesit. Menurut Muhamad Fadli,
dari Global Moderator Komunitas Parkour Indonesia, parkour mengandalkan latihan
fisik sebagai dasar semua gerakan atau aksi yang dilakukan. Tubuh kita juga
lebih memiliki ketahanan, keseimbangan serta fleksibilitas terhadap kondisi
apapun, seperti keadaan terjepit, kondisi berbahaya atau yang mengancam diri.
Saat ini komunitas parkour terus berkembang, hingga kini anggota aktifnya mencapai
lebih dari 1000 orang dan tersebar di 40 kota di seluruh Indonesia.
2. Komunitas Sepeda Tinggi
Di Yogyakarta, komunitas “pit dhuwur” selalu mencuri
perhatian dan menjadi pemandangan yang unik di jalan-jalan kota. Komunitas ini
berawal dari kedatangan sekelompok sirkus bernama Cyclown Circus. Kelompok
sirkus tersebut merupakan gabungan pemain sirkus dari beberapa negara, seperti:
Italia, Brazil, Argentina, Amerika, dll. Cyclown Circus mengadakan pertunjukkan
di Yogyakarta akhir 2006 lalu. Saat itu salah satu seniman sirkus asal Italia,
Pierro - membarter sepeda tinggi hasil rakitannya dengan tattoo karya Dhomas
Yudhistira a.k.a Kampret, seniman tattoo asal Yogyakarta. Pierro juga
mengajarkan bagaimana membangun sepeda tersebut dengan ’mengawinkan’ dua
kerangka sepeda yang tidak terpakai yang kemudian dirangkai dengan rongsokan
besi. Di Jogja limbah atau barang rongsokan kan banyak. Kita pun sebagai
generasi muda Jogja memiliki semangat yang sama, yaitu meningkatkan kepedulian
terhadap lingkungan dengan memanfaatkan limbah atau rongsokan tersebut menjadi
sesuatu yang bisa bermanfaat,” kata Dhomas. Karena banyaknya permintaan dari
teman-teman, dan respon aktif dari para pecinta olah raga sepeda, Dhomas
kemudian akhirnya mulai membuka forum untuk sepeda tinggi.
3. Komunitas Musik Elektronik SoundBoutique
SoundBoutique merupakan sebuah forum bagi pemusik dan
pecinta musik elektronik yang berdiri sejak 28 November 2005 di Yogyakarta.
SoundBoutique berfungsi sebagai tempat untuk saling tukar pikiran, ilmu, dan
pengalaman dalam bermusik dan menikmati musik elektronik, yang kemudian
berkembang dari sebuah forum yang besar dan menjadi tempat yang banyak
menerbitkan artis Live PA (Performance Art) . Pertama kali dibentuk, anggota
SoundBoutique terdiri dari Ari Wulu yang dikenal dengan sebutan MidiJunkie,
Monosynth, BERHALa dan SOAC, kemudian Lintang, Toni, dan Uma Guma. Musik
elektronik yang disuguhkan oleh komunitas SoundBoutique berbeda. Jika DJ hanya
memainkan musik yang sudah jadi, musisi di komunitas ini membuat musik dengan
cara melakukan LIVE Performance langsung. Artinya, setiap bunyi yang keluar
dibuat melalui instrumen yang digunakan saat pentas dilakukan. “Musik
elektronik di SoundBoutique beda dengan DJ manajemen. Kalau DJ hanya memainkan
lagu yang sudah jadi, tinggal play back saja. Sedangkan kami compose musik, dan
semua bunyi yang keluar dibuat satu-satu saat LIVE Performance dilakukan. Dan
itu BUKAN play back,” jelas Wulu. Musisi SoundBoutique sendiri memiliki ciri
masing-masing. “Setiap performer memiliki jenis musik atau instrumen yang
berbeda-beda. Aku sendiri lebih sering memainkan break beat. Aku juga sering
masukin elemen etnis, seperti gamelan, dll,” kata Wulu. Dalam penampilannya di
Kick Andy, SoundBoutique berkolaborasi dengan VJ Rafael yang mengkomposisi
karya video dan grafis, kemudian ditembakkan ke lantai panggung dari sebuah lcd
proyektor sebagai respon artistik yang berpadu dengan musik elektronik.
4. Komunitas Indonesia Reenactors
Komunitas Indonesia Reenactors merupakan tempat berkumpulnya
para penikmat sejarah pada umumnya. REENACTMENT (definisi): permainan reka
ulang sejarah. Sebuah permainan belajar sejarah interaktif dengan cara
memainkan kembali sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada suatu masa/periode
waktu dalam sejarah. Hingga saat ini member atau anggota komunitas Indonesian
Reenactors (IDR) yang tercatat di facebook sebanyak 1.345 orang dengan latar
belakang yang berneda-beda, diantaranya: pengusaha, pekerja/pegawai, politikus,
dll. Kegiatan IDR meliputi pertemuan rutin bulanan, berupa permainan
reenactment dimana setiap anggota hadir membawa koleksi-nya masing-masing untuk
bermain dalam satu skenario pendek memerankan satu peristiwa sejarah dalam
sesi-sesi foto, atau pembuatan film pendek dalam rangka menjadi kontributor
untuk media-media massa, atau sekedar menjadi partisipan EXPO atau
pameran-pameran.
5. BETA-UFO Indonesia
Beta-ufo indonesia adalah komunitas atau kelompok
(organisasi) yang mengamati masalah ufo di indonesia. Beta-ufo didirikan pada
tanggal 26 oktober 1997. Beta-ufo indonesia dibentuk dengan tujuan meneliti
masalah ufo, mendata penampakan ufo di indonesia, dan kemudian menganalisa dan
mempelajarinya; menciptakan lingkungan yang kondusif di masyarakat agar mau
berpartisipasi dan secara sukarela mengkomunikasikan fenomena ufo; merekrut
anggota baru serta menjalin jaringan kerja antar komunitas untuk berbagi tujuan
serta meningkatkan partisipasi dalam topik ufo; mengedukasi dan menyampaikan
temuan kesimpulan kepada publik; dan meningkatkan efektivitas dan pertukaran
informasi baik secara regional maupun nasional. Selain itu, komunitas ini juga
digunakan untuk pendistribusian informasi melalui internet. Bahkan menurut juru
bicaranya indra hartono, diantara anggota beta ufo yang hadir di kick andy,
juga ada yang pernah diculik oleh ufo. Serem
6. KOMUTOKU merupakan singkatan dari KOMUnitas TOKUSATSU
Tokusatsu sendiri adalah film super hero Jepang LIVE ACTION
dengan special effect. Live Action merupakan shooting menggunakan aktor atau
aktris manusia, bukan anime. Komutoku adalah komunitas fans film super hero
Jepang berorganisasi. Jumlah keangotaan yang ikut dalam komunitas ini adalah
4800 orang lebih, dan tersebar di seluruh nusantara dan manca negara. Rata-rata
umur yang masuk ke dalam keanggotaan komunitas ini berkisar 7 tahun sampai
dengan 45 tahun. Kepengurusan komunitas ini ada 13 orang. Visi dari Komutoku
adalah membangun industri film Super Hero Indonesia, sedang misi dibentuknya
Komutoku ditujukan untuk menggalang fans Tokusatsu di seluruh Indonesia dan
memasyarakatkan kecintaan terhadap super hero baik Jepang dan lokal
(Indonesia).
7. Komunitas Sugeng
Komunitas Sugeng, komunitas yang terbentuk atas kesamaan
nama “Sugeng” ini terdiri dari orang-orang yang memiliki nama “Sugeng” dari
seluruh dunia. Merupakan komunitas persaudaraan yang selain melakukan kegiatan
positif (misalnya membuka kerjasama usaha antar para Sugeng), mereka juga
membuka forum diskusi (antara lain diskusi mengenai latar belakang mengapa
orang tua mereka memberi nama “Sugeng”). Baru di tahun 2010 komunitas ini
dibentuk, tetapi “parasugeng” kini telah mencapai 1188 orang.
8. Komunitas hip hop Jawa, Jogja Hip Hop Foundation (JHF)
Komunitas yang digagas oleh Mohammad Marjuki, yang populer
dipanggil Kill The DJ, selalu mengusung bahasa jawa dalam setiap penggalan
lirik lagunya. Lihat saja lirik lagu yang berjudul “CECAK NGUNTAL BOYO” yang
ditulis dan diaransemen oleh Kill the DJ a.k.a Chebolang (Produksi Anarkisari
Rekord):
ana cicak nguntal boyo
boyo coklat nyekel godo
ojo seneng nguntal negoro
mundak rakyatmu dadi sengsoro
…
Melalui komunitas JHF yang dibentuknya tahun 2003, Marjuki berupaya mengangkat
eksistensi musik hip hop Jawa. Bahkan, tahun 2009 lalu ia sempat singgah ke
Singapura, untuk memperkenalkan musik yang juga banyak menyoroti persoalan
politik dan sosial negeri ini. Sampai saat ini pendukung tetap dalam JHF adalah
Kill The DJ (Mohamad Marjuki), Jahanam (Heri Wiyoso a.k.a M2MX dan Balance
Perdana Putra a.k.a Ngila) dan Rotra (Janu Prihaminanto a.k.a ki Ageng Gantas
dan Lukman Hakim a.k.a Raja Pati).
Jogja Hip Hop Foundation sendiri merupakan wadah bagi komunitas yang mencintai
musik rap atau hip hop. Menurut Juki, “Nama Jogja Hip Hop Foundation ini
kesannya bagus sekali (foundation = yayasan), tapi aslinya itu adalah komunitas
seperti ruang tanpa tembok yang siapa saja bisa masuk dan keluar. Ini bukan
sebuah institusi resmi. Saya rasa kalau banyak yang keluar karena itu kan juga
pilihan yang sulit di antara pilihan-pilihan musik industri pop di Indonesia.
Tapi, aku yakin jika dedikasi dan pilihan itu diberikan pasti bisa ketemu
jalannya, dan sampai sekarang kita menemukan jalannya untuk tetap eksis dan
memproduksi album, bisa jalan-jalan ke luar negeri juga,” imbuhnya. Pelajaran
Juki untuk lebih mengenal budayanya sendiri (budaya Jawa, red) didapatnya
melalui musik hip hop berbahasa Jawa. Untuk memperdalam khasanah, budaya serta
bahasa tutur Jawa, Juki berupaya mencari kitab-kitab berbahasa Jawa atau serat
Centhini. Menurut Juki, semua tembang dalam serat Centhini, baik yang religi
maupun yang erotik itu mengandung unsur rap.
Perjalanan 7 tahun Komunitas Jogja Hip Hop Foundation berkiprah dalam musik hip
hop Jawa, secara keseluruhan kemudian dikemas menjadi sebuah film dokumenter
berjudul Hip Hop Diningrat. Menurut Chandra Hutagaol, co sutradara film, “Ini
dibuat dengan merangkai lebih dari 300 kaset hasil dokumentasi grup ini
semenjak tahun 2003 sampai 2009 lalu. Untuk merangkai 300-an kaset video itu,
kami perlu bikin shooting interview, tujuannya untuk merangkai serakan-serakan
dokumentasi yang ada. Prosesnya sendiri memakan waktu satu setengah tahun,
sampai kita hampir putus asa,” paparnya lagi. Di akhir segmen JHF menampilkan
lagu terakhir mereka yang populer karena liriknya tentang isu keistimewaan
Yogyakarta, judulnya “Jogja Istimewa”.