“…ini tidak cukup untukku.”
Rasyid Ar-Rajih mengisahkan:
Suatu kali saat saya sedang bersama Asy-Syaikh Abdul Aziz
bin Baz, seorang laki-laki mendatangi beliau dan meminta bantuan berupa uang.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz pun memberi uang kepadanya dalam jumlah besar.
Namun orang itu tidak puas dan berkata, “Ini tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan saya.”
Maka beliau menjawab dengan penuh keramahan, “Ambillah, di
dalamnya nanti akan ada barakah, insya Allah.”
Laki-laki itu nampak memahami maksud Asy-Syaikh Abdul Aziz
bin Baz dan dia pun mengambil uang tersebut sambil mengucapkan terima kasih.
(Mawaqif Madhiah fi Hayat Al-Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz)
Menerapkan Sunnah dalam Semua Urusan
Ibrahim bin Abdul Aziz Asy-Syithri menceritakan:
Saat itu saya sedang bersama Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz
ketika ada telepon dari seseorang untuk meminta fatwa. Bertepatan dengan itu
muadzin telah mengumandangkan adzan, maka Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz
berkata kepada penelepon, “Kami akan menjawab adzan dulu,” sambil beliau
meletakkan gagang telepon.
Setelah selesai menjawab adzan dan berdoa, beliau kembali
berbicara kepada penelepon yang masih menunggu jawaban dari beliau.
Kejadian ini menggambarkan betapa Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Baz sangat bersemangat dalam menerapkan Sunnah di semua Urusan. (Mawaqif
Madhiah fi Hayat Al-Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, hal. 213)
Sedih Saat Teringat Ulama Lain yang Telah Meninggal Dunia
Doktor Nashir bin Misfir Az-Zahrani mengisahkan:
Kapan saja Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz teringat kepada
para ulama yang telah meninggal dunia, khususnya mereka yang dekat dengan
beliau, maka beliau akan mengalami kesedihan yang demikian dalam. Beliau
kemudian akan berdoa untuk mereka, menangis dan akan tercekat (tidak bisa
bicara karena sedih).
Suatu hari, beliau bercerita tentang gurunya, Asy-Syaikh
Al-Allammah Muhammad bin Ibrahim rahimahullah, namun beliau tidak mampu untuk
menguasai diri agar tidak menanghs. Saya duduk di samping beliau untuk beberapa
saat, sementara asisten beliau membacakan fatwa-fatwa dari Asy-Syaikh Muhammad
bin Ibrahim rahimahullah. Dalam beberapa kasus, Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim
berbeda pandangan dengan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, maka beliau pun
tersenyum dan mendoakan gurunya itu. (Mawaqif Madhiah fi Hayat Al-Imam ‘Abdul
‘Aziz bin Baz, hal. 215)
“Ini hanya untuk mengisi waktu.”
Sa’ad Ad-Dawud menceritakan:
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz sangat hati-hati dalam
mengisi waktu. Bila beliau melakukan perjalanan dengan mobil untuk mengajar
atau untuk menghadiri pertemuan, maka beliau akan membawa sejumlah buku yang
telah beliau baca di mana beliau bisa mengambil catatan-catatan yang bermanfaat
darinya. Ketika hal ini ditanyakan kepada beliau, beliau hanya menjawab
singkat, “Ini hanya untuk mengisi waktu.” (Mawaqif Madhiah fi Hayat Al-Imam
‘Abdul ‘Aziz bin Baz, hal. 194-195)
Nasehat Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz untuk Presiden
Qadhafi
Doktor Bassam Khidar Asy-Syati mengisahkan:
Di antara perbuatan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz yang
terpuji adalah ketika beliau memberi tahu Presiden Libya Muamar Qadhafi,
tentang larangan menghilangkan kata ‘Qul’ yang ada di dalam Al-Qur’an dan bahwa
mengucapkan kata tersebut adalah wajib. Beliau melakukan hal ini karena beliau
mendengar bahwa Presiden Qadhafi telah memerintahkan stasiun radio dan para
pembaca Al-Qur’an agar menghilangkan kata Qul dan diapun telah melakukan
perubahan terhadap teks Al-Qur’an yang asli (yaitu dengan menghilangkan kata
Qul). Mendengar teguran ini, Presiden Qadhafi mau menerima dan mengembalikan teks
Al-Qur’an sebagaimana asalnya.
Pada kejadian yang hampir serupa, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Baz menegur Presiden Tunisia, menjelaskan kepadanya syariat Allah dalam hal
kurban dan puasa, bahwa di dalam kedua perintah itu tidak terdapat efek yang
negatif terhadap proses pembangunan negara. Beliau memberikan fakta-fakta
(dalil) yang meyakinkan untuk membuktikan hal tersebut. (Mawaqif Madhiah fi
Hayat Al-Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, hal. 189)